Ngawi | Analisajatim.id – Sikap tak terpuji kembali dipertontonkan oleh pejabat publik yang seharusnya menjadi teladan. Kali ini, Kepala Dinas Perdagangan, Perindustrian, dan Tenaga Kerja (DPPTK) Kabupaten Ngawi, Kusumawati Nilam, diduga menunjukkan sikap intimidatif dan tidak kooperatif saat diklarifikasi terkait paket program senilai Rp400 juta oleh awak media dan tim investigasi.
Peristiwa itu terjadi pada Kamis, 12 Juni 2025, dalam sebuah pertemuan resmi di lingkungan kantor Kabupaten Ngawi. Tim media datang untuk mengklarifikasi program yang dananya berasal dari anggaran publik tersebut, dengan tujuan menjawab keingintahuan masyarakat mengenai transparansi dan akuntabilitas pelaksanaannya.
Namun sejak awal, suasana pertemuan sudah tampak tidak kondusif. Ketika salah satu wartawan memperkenalkan diri dan menyapa secara sopan, Kepala Dinas Kusumawati Nilam malah menanggapi dengan komentar personal yang dianggap tidak relevan dan melecehkan profesionalitas jurnalis. “Oh.. Ini Mas Budi yang istrinya perias Kedunggalar itu,” ucapnya, mendahului pengenalan resmi.
Pernyataan tersebut memicu dugaan adanya upaya mengalihkan fokus dari substansi pertemuan ke arah pribadi, yang dalam konteks etika jurnalistik dan pemerintahan, sangat tidak patut dilakukan oleh seorang pejabat.
Ketika klarifikasi berlanjut ke pertanyaan mengenai alamat CV pemenang tender, Nilam memanggil seseorang yang ternyata hanyalah pekerja teknis dan tidak memiliki kewenangan memberikan informasi. Namun, alih-alih memberikan penjelasan yang lebih transparan, Nilam justru membuat manuver mengejutkan dengan berkata, “Apa kita panggilkan semua itu?” merujuk pada para peserta rapat yang berada di meja lain.
Langkah ini dianggap sebagai bentuk pengaburan isu utama dan menghindari pertanyaan substansial dari media. Awak media pun mempertanyakan relevansi tindakan tersebut, namun tanggapan yang diterima justru jauh dari sikap kooperatif.
Puncak kejanggalan terjadi saat Nilam meminta agar draf berita ditunjukkan terlebih dahulu sebelum dipublikasikan. “Arahnya ke mana ini, saya minta drafnya lebih dulu ya sebelum up,” katanya santai. Permintaan ini jelas menabrak prinsip dasar kebebasan pers dan independensi media.
Sebagai pejabat publik, tindakan mempersoalkan isi pemberitaan sebelum dipublikasikan merupakan bentuk intervensi yang tidak dapat dibenarkan. Hal ini semakin memperkuat dugaan adanya keinginan untuk menutup-nutupi informasi terkait program senilai ratusan juta rupiah tersebut.
Peristiwa ini menjadi sorotan penting tentang pentingnya keterbukaan informasi publik dan perlunya perlindungan terhadap kebebasan pers. Masyarakat berhak tahu bagaimana anggaran negara digunakan, dan jurnalis punya peran strategis dalam menyampaikan informasi itu tanpa tekanan dari pihak manapun.

Editor : Nur
Published : Red



