Analisajatim.id | Blora – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Blora secara resmi membatalkan pelantikan 22 pejabat yang telah dilantik pada 22 Maret 2024 lalu. Pembatalan ini disebabkan adanya Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No.100.2.1.3/1575/SJ tertanggal 29 Maret 2024 perihal Kewenangan Kepala Daerah yang melaksanakan Pilkada dalam aspek kepegawaian.
Kepala BKD Blora Heru Eko Wiyono mengaku, pelantikan tertanggal 22 Maret kemarin sudah dibatalkan. Sudah dikembalikan ke tempat semula.
“Salah satu dasar pelantikan tertanggal 22 Maret kemarin adalah surat himbauan dari Bawaslu Blora tertanggal 21 Maret 2024. Isinya menyatakan batas akhir melakukan penggantian pejabat adalah Hari Jumat, 22 Maret 2024,” terangnya.
Menanggapi polemik tersebut, Wakil Ketua DPRD Blora, Siswanto menekankan pentingnya ketelitian dari Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten Blora dalam memahami dan menghitung batas waktu larangan mutasi pejabat menjelang Pilkada.
“Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Blora harus cerdas dan cermat dalam menghitung batas waktu larangan mutasi pejabat menjelang Pilkada. Hal ini penting agar hak-hak pegawai yang dilantik tidak dirugikan,” kata Siswanto. Kamis, (30/05/2024).
Pembatalan pelantikan ini diharapkan tidak menimbulkan kerugian lebih lanjut bagi para pegawai yang telah dilantik. Siswanto berharap BKD Blora dapat segera menyelesaikan permasalahan ini dengan bijak dan profesional, sehingga tidak menimbulkan ketidakpastian dan kerugian bagi para pejabat yang terkena dampak.
“Supaya hak-hak pegawai yang dilantik tidak dirugikan, BKD harus bertindak cepat dan tepat dalam menyelesaikan masalah ini,” tambah Siswanto.
Keputusan pembatalan ini, lanjutnya, menjadi perhatian serius bagi pemerintahan daerah, terutama dalam masa persiapan menuju Pilkada yang akan datang.
“Kecermatan dan kehati-hatian dalam setiap langkah administratif sangat diperlukan untuk menjaga stabilitas dan kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah,” lanjut Siswanto.
Siswanto juga menyampaikan, sebaiknya BKD harus pro aktif memberitahu kepada Kepala Daerah kalau memang ada aturan ini.
“BKD harus segera Gercep Satset komunikasi dan konsultasi ke Kemendagri. Apakah ini akan dikembalikan atau dilantik kembali,” jelasnya.
Siswanto menambahkan, ke depan, BKD harus lebih cermat dan teliti. Sebab menyangkut soal kepangkatan, promosi, mutasi, dan nasib pegawai.
“Mungkin pegawai yang dilantik tidak tahu aturannya. Atau bupati juga tidak tahu secara persisnya. Untuk itu, BKD harus pro aktif,” tambahnya.
Diketahui, berdasarkan ketentuan Pasal 71 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota ayat (2) ditegaskan, bila Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Wali Kota atau Wakil Wali Kota dilarang melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri. (**)



