Ngawi|Analisajatim.id, – Rupanya Pemerintah Desa Wonorejo, Kecamatan Kedunggalar, Kabupaten Ngawi, merasa terusik juga setelah disorot netizen terkait pemasangan paving yang dinilai kurang transparan dan pemadatannya yang dipertanyakan.
Kehebohan semakin menjadi-jadi ketika pemasangan banner desa yang berukuran kecil dan ditempel di dinding dengan plester menjadi viral dan bahan olok-olok di media sosial.
Pemerintah Desa Wonorejo akhirnya mengambil tindakan. Terbukti pada hari Minggu, 20 April 2025, banner yang dimaksud telah diganti dengan yang berukuran lebih besar dan diikat dengan tali pada tiang besi.
Peristiwa ini bertolak belakang dengan beberapa pemberitaan media online sebelumnya yang mengutip pernyataan Kepala Desa Wonorejo yang menanggapi santai komentar netizen.
Dalam berita tersebut, Kepala Desa Wonorejo dikabarkan tidak terpengaruh oleh kritikan dan berdalih bahwa anggaran untuk banner hanya sebesar Rp500.000.
Beliau juga mempertanyakan, jika harus menyewa jasa pemasangan dan membayar tukang, berapa total biaya yang harus dikeluarkan?
Namun, upaya konfirmasi dari awak media menemui jalan buntu.
Nomor telepon beberapa wartawan diblokir oleh Kepala Desa Wonorejo. “Iya, memang banyak nomor teman-teman media yang diblokir, termasuk saya,” ungkap seorang narasumber yang enggan disebutkan namanya, sembari menyebutkan beberapa nama rekan media lain yang mengalami nasib serupa.
Anehnya, meskipun memblokir nomor awak media, Kepala Desa Wonorejo tetap memantau percakapan di salah satu grup WhatsApp besar di Ngawi.
Tindakan Kepala Desa Wonorejo ini kontras dengan pernyataan Sekretaris Daerah Kabupaten Ngawi, Shodiq Tri Widiyanto, pada tanggal 26 April 2025, dalam acara Bimbingan Teknis (Bintek) bersama Inspektorat di Ngawi Kota.
Dalam acara tersebut, Shodiq Tri Widiyanto menekankan pentingnya transparansi dalam pemerintahan.Beberapa media memberitakan pernyataan beliau dengan narasi, “Sikap tertutup bukan hanya tidak pantas, tetapi juga bertentangan dengan semangat transparansi yang seharusnya melekat pada jabatan publik.”
Pergantian banner secara diam-diam ini menimbulkan berbagai spekulasi di kalangan masyarakat.

Apakah penggantian banner tersebut merupakan bentuk pengakuan atas kesalahan sebelumnya? Atau hanya sekadar upaya untuk meredam kritikan netizen? Terlepas dari motif di baliknya, peristiwa ini menjadi pelajaran penting bagi pemerintah desa untuk lebih memperhatikan aspirasi masyarakat dan mengedepankan prinsip transparansi dalam setiap kegiatan.
Penggunaan dana desa yang bersumber dari uang rakyat harus dipertanggungjawabkan secara terbuka dan akuntabel. Masyarakat berhak mengetahui detail penggunaan anggaran, termasuk untuk hal-hal yang terlihat sepele seperti pembuatan dan pemasangan banner.
Kejadian ini juga menunjukkan betapa pentingnya peran media dalam mengawasi jalannya pemerintahan. Kritik dan sorotan dari media, termasuk dari netizen, dapat menjadi dorongan bagi pemerintah untuk memperbaiki kinerjanya.
Sikap terbuka dan responsif terhadap kritik merupakan ciri dari pemerintahan yang baik. Memblokir nomor telepon wartawan bukanlah solusi yang bijak.
Justru akan menimbulkan kesan bahwa pemerintah desa berusaha menutup-nutupi sesuatu.
Ke depannya, diharapkan Pemerintah Desa Wonorejo dapat lebih terbuka dan komunikatif dalam menjalankan tugasnya.
Transparansi dan akuntabilitas harus menjadi prinsip utama dalam pengelolaan dana desa. Dengan demikian, kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah desa dapat terjaga dan pembangunan desa dapat berjalan lebih optimal.
Semoga kejadian serupa tidak terulang kembali di masa mendatang.
Masyarakat berharap agar pemerintah desa dapat belajar dari kesalahan ini dan berkomitmen untuk menjalankan pemerintahan yang lebih baik, transparan, dan akuntabel.
Keterbukaan informasi publik merupakan kunci penting dalam membangun pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
Editor : Budi
Published : Red



