Analisajatim.id | Blora — Di tangan yang tepat, limbah pun bisa menghasilkan cuan. Seperti halnya yang dilakukan Kuswanto warga Desa Ngliron Kecamatan Randublatung Kabupaten Blora yang menyulap limbah akar pohon jati menjadi aneka furnitur bernilai tinggi.
Dari kreatifitas tangannya, Kuswanto mengubah akar jati menjadi meja, kursi dan hiasan ruang tamu, seperti replika ikan, bunga teratai, patung serta sandaran kursi.
“Meja dan kursi dari tunggak (akar) jati biasanya ditempatkan di taman atau teras rumah yang luas,” ujarnya, Kamis (24/4/2025).
Dirinya mendapatkan baku dari hasil tebangan kayu oleh Perhutani dengan cara membelinya. Ia tidak kesulitan mendapatkan bahan baku, apalagi setelah adanya tebangan kayu. Namun, tak semua akar jati bisa dijadikan bahan baku furnitur.
“Apalagi kalau ukurannya terlalu kecil. Biasanya dalam satu petak hutan, hanya ada dua atau maksimal lima tunggak yang bisa diukir. Ukurannya harus besar, tunggak yang rapuh juga tidak bisa diukir,” jelas Kuswanto.
Ia mencontohkan furnitur seperti lemari, kursi, atau meja, tidak semua kayu jati bisa digunakan sebagai bahan baku.
“Pohon jati yang besar belum tentu baik kualitasnya. Kalau dipaksa jadi bahan baku, biasanya tidak awet dan mudah dimakan kumbang teter atau rayap,” lanjutnya.
Menurutnya, akar jati yang kualitasnya bagus adalah dari pohon berusia tua.
“Kalau masih muda kayunya mudah rapuh,” katanya.
Ia bisa membeli akar jati dari Perhutani dengan harga bervariasi, tergantung ukuran, usia dan bentuknya. Namun yang paling utama, lanjutnya, tergantung tingkat kesulitan proses penggalian tunggak.

Rata-rata tunggak ukuran standar yang layak diukir memiliki diameter antara 75–100 cm dengan kedalaman akar sekitar 120–175 cm. Sedangkan tunggak dari pohon jati yang ukuran besar, memiliki diameter antara 90–150 cm dengan kedalaman akar antara 150–200 cm.
Dari hasil kerajinan tangannya, meja jamur satu set dibanderol mulai Rp 700 ribu hingga yang paling mahal sebesar Rp 4 juta.
Kuswanto menambahkan, permintaan paling banyak adalah kursi dan meja. Tak heran, kebanyakan pemesan kerajinannya dari kalangan menengah ke atas.
“Biasanya pembeli pesan satu paket meja kursi, semuanya berbahan tunggak. Jadi bukan meja dan kursi yang bahannya dari papan. Kebanyakan pembeli dari luar kota,” sebutnya.
Untuk pembuatan meja dan kursi, ia membutuhkan waktu paling cepat tiga hari sesuai dengan tingkat kesulitannya. Dirinya dibantu sekitar lima orang karyawan dengan tugas yang berbeda-beda.
“Tapi yang paling sering dicari adalah meja dan kursi,” pungkasnya. (**/Jay)



