Surabaya, Analisajatim.id, – Wakil Ketua DPRD Jawa Timur nonaktif Sahat Tua P Simandjuntak divonis sembilan tahun penjara dalam kasus korupsi pengelolaan dana hibah Pemprov Jatim.
Hak politik tokoh senior Golkar Jatim itu juga dicabut selama empat tahun.
Putusan itu dibacakan Ketua Majelis Hakim Dewa Suardita di Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, Selasa (26/9).
Sementara Jaksa Penuntut (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Arif Suhermanto menyatakan, pihaknya menerima putusan hakim itu.
Padahal, vonis majelis hakim kepada Sahat ini lebih ringan dari tuntutan JPU KPK yang meminta Sahat dihukum 12 tahun penjara, denda Rp1 miliar, mengembalikan uang pengganti Rp39,5 miliar dan pencabutan hak menduduki jabatan publik selama lima tahun.
Pantuan Analisajatim.id. di lokasi, Sahat kemudian meninggalkan ruang sidang dengan tak mengatakan sepatah kata pun. Matanya terlihat menatap dengan kosong.
Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Sahat dengan pidana penjara selama sembilan tahun,” kata Ketua Majelis Hakim Dewa saat membacakan amar putusan.
Sahat dinilai sudah melanggar Pasal 12 huruf a Jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Sahat dengan pidana penjara selama sembilan tahun,” kata Ketua Majelis Hakim Dewa saat membacakan amar putusan.
Sahat dinilai sudah melanggar Pasal 12 huruf a Jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Majelis hakim menilai Sahat terbukti sudah menerima suap dari dua terdakwa sebelumnya yaitu Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi selaku pengelola kelompok masyarakat (pokmas) tahun anggaran 2020-2022.
“Menyatakan terdakwa Sahat telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum melakukan beberapa tindak pidana korupsi secara bersama-sama,” ujar hakim.
Selain diputus sembilan tahun penjara, Sahat juga harus membayar denda Rp1miliar, subsider kurungan enam bulan. Dia pun diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp39,5 miliar.
“Menghukum terdakwa Sahat membayar uang pengganti kepada negara Rp39,5 miliar paling lama dalam waktu satu bulan sesudah putusan ini berkekuatan hukum tetap. Jika tidak membayar, maka harta bendanya disita dan dilelang oleh JPU untuk menutupi uang pengganti tersebut, dengan ketentuan apabila terpidana tidak memiliki harta benda yang mencukupi maka diganti dengan pidana penjara selama 4 tahun,” ucap Hakim.
Hakim juga menjatuhkan vonis tambahan berupa dicabutnya hak terdakwa Sahat untuk menduduki jabatan publik selama empat tahun, terhitung ketika terpidana selesai menjalani masa pemidanaan.
“Menjatuhkan pidana tambahan berupa mencabut hak terdakwa Sahat untuk menduduki jabatan publik selama empat tahun, terhitung sejak terpidana selesai menjalani hukum pidana,” kata Hakim.
Usai mendengar putusan itu, Sahat berkonsultasi dengan penasihat hukumnya, mereka meminta waktu selama tujuh hari untuk menentukan langkah hukum selanjutnya.
“Kami memohon waktu selama tujuh hari yang mulia,” kata mereka.
Sementara Jaksa Penuntut (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Arif Suhermanto menyatakan, pihaknya menerima putusan hakim itu.
Padahal, vonis majelis hakim kepada Sahat ini lebih ringan dari tuntutan JPU KPK yang meminta Sahat dihukum 12 tahun penjara, denda Rp1 miliar, mengembalikan uang pengganti Rp39,5 miliar dan pencabutan hak menduduki jabatan publik selama lima tahun.
Pantuan CNNIndonesia.com di lokasi, Sahat kemudian meninggalkan ruang sidang dengan tak mengatakan sepatah kata pun. Matanya terlihat menatap dengan kosong.
Sedangkan staf ahli Sahat, Rusdi dijatuhi hukuman empat tahun bui, dan denda Rp200 juta, atau subsider pidana penjara pengganti tiga bulan.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Rusdi dengan pidana penjara empat tahun dan denda Rp200 juta, apa bila tidak dibayar diganti pidana kurungan kerungan tiga bulan,” ujarnya.
Rusdi dinilai sudah melanggar Pasal 12 huruf a Jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi(Red)